Google Rilis Nexus 5X, Nexus 6P, Chromecast, Chromecast Audio dan Pixel C

Nexus 5X dari LG
Setelah sekian lama rumor berembus, tadi malam Google secara resmi merilis perangkat terbaru mereka yang bisa digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu smartphone (Nexus 5X dan Nexus 6P), sistem hiburan (Chromecast dan Chromecast Audio) serta productivity tool (Pixel C). Selain perangkat, Google juga memperbarui Google Photos, Crhromecast app dan tentu saja Android Marsmallow yang akan segera hadir ke berbagai perangkat Nexus sebelumnya, yaitu Nexus 5, Nexus 7 (2013), Nexus 6, Nexus 9 dan Nexus 10 dalam waktu dekat.

Boleh dikatakan, sepanjang perilisan produk Google, acara yang berlangsung lebih dari satu jam tadi malam, merupakan salah satu acara rilis produk Google yang terbesar. Dalam acara ini, Google menginginkan liputan yang jelas tentang langkah mereka di lini Nexus dan bagaimana perangkat kecil seperti Chromecast bisa sukses mencapai 20 juta unit penjualan di seluruh dunia.

Nexus 5X 

Sebagaimana rumor, Nexus 5X ini diproduksi oleh LG. Ini berarti tahun ketiga bagi LG dalam bekerja sama dengan Google di produk Nexus. Produk mereka sebelumnya adalah Nexus 4 dan Nexus 5 (2013). 

Bila kita perhatikan Nexus 5X lebih besar layarnya dibandingkan dengan Nexus 5 (5,2 inchi vs 4,97 inchi). Layarnya IPS LCD full HD yang dilapisi Gorilla Glass 3, kamera 12 megapixel, 4K video shooting, dan USB-C charging connector. Nexus 5X tersedia dalam varian 16GB dan 32Gb dengan harga mulai dari 379 USD. 

Nexus 6P

Nexus 6 diproduksi oleh Huawei. Ini merupakan pertama kalinya bagi vendor China bekerja sama dengan Google dalam proyek Nexus. Berbeda dengan Nexus 5X yang berbahan polikarbonat, Nexus 6P full metal unibody dengan desain yang premium. Dengan ketipisan sekitar 7,3 milimeter, Nexus 6P terlihat ramping dengan kayar 5,7 inchi (lebih kecil dibandingkan Nexus 6). Bagian belakang Nexus 6P (demikian juga Nexus 5X) diberikan pemindai sidik jari. 

Kiri Nexus 5X, Kana Nexus 6P
Nexus 6P memiliki layar AMOLED yang dilapisi Gorilla Glass 4. Prosesor yang digunakan di Nexus 6P adalah Snapdragon 810, kamera belakang 12 megapixel dan kamera depan 8 megapixel. Nexus 6P tersedia dalam varian 32GB, 64GB dan 128GB dengan harga mulai 499 USD. Untuk perbandingan spesifikasi dapat dilihat berikut ini.


Chromecast 

Chromescast adalah perangkat ajaib Google. Pertama dirilis pada tahun 2013 yang lalu, Chromecast sudah menjadi perangkat penting di ruang tama sebanyak 20 juta pengguna. Chromecast, stick kecil  memungkinkan pengguna melakukan streaming apa saja ke televisi mereka kini telahmemasuki generasi kedua.

Chromecast 2 mendukung 5GHz WiFi sehingga secara signifikan lebih cepat. Tiga antena yang berbeda, yang dioptimalkan untuk WiFi streaming.  Gay Chromecast 2 juag terlihat berbeda dengan disk kecil HDMI yang dapat ditekuk yang memungkinkan untuk menggantung lebih jauh dari televisi daripada Chromecast versi sebelumnya. Chromecast 2 tersedia dalam tiga warna, yaitu merah, kuning, dan hitam. Seperti yang generasi pertama Chromecast akan dijual seharga 35 USD dan mulai tersedia hari ini di 17 negara.

Chromecast generasi kedua
Chromecast Audio

Setelah sukses dengan Chromecast, Google menambah lini produk Chromecast dengan menghadirkan Chromecast audio. Chromecast Audio perangkat kecil seperti Chromecast yang fokus pada musik. Bila Chromecast dihubungkan dengan televisi,  Chromecast audii dihubungkan ke speaker yang menggunakan port audio 3.5mm. Pengguna dapat terhubung dan mengirim musik untuk menggunakan Google Play Music, Pandora, dan Spotify. Chromecast Audio dijual seharga 35 USD dan mulai tersedia mulai hari ini di 17 negara.

Chromecast Audio
Tablet Pixel C

Bila anda ingat Chromebook Pixel, maka tablet Pixel C akan mudah untuk digambarkan. Sepertinya Google tidak mau memaksakan chrome di sebuah tablet on the go sehingga memutuskan untuk menggunakan Android Marsmallow. Pixel C sepertinya dirancang oleh Google untuk menandai sebuah desain hardwar yang keren dan harga yang tidak murah layaknya Chromebook Pixel.

Sebenarnya bila dikatakan kejutan, Pixel C merupakan kejutan di dalam acara Google semalam. Meskipun rumor sudah berhembus, namun banyak pengamat tidak yakin Google akan merilisnya tadi malam. 

Pixel C merupakan tablet dengan kayar 10,2 inchi yang keyboard bisa dilepas. Pixel C ditenagai oleh prosesor Nvidia X1 dan 3GB RAM. Tablet ini akan menjalankan Android 6.0 Marshmallow. Tablet Pixel C dijual dengan harga 499 USD sedangkan keyboard akan dijual seharga 149 USD.

Pixel C
Kesimpulan sementara dari acara Google semalam, untuk Nexus 6P, Nexus 5X, Chromecast dan Chromecast audi tanggapan audien sejauh ini positif. Cukup banyak yang mengapresiasi kerja Google khususnya di Nexus 6P dan 5X. Namun untuk tablet Pixel C, sebagaimana produk baru memang butuh didalami lebih jauh untuk melihat kemampuan dan bagaimana tablet ini dihadapkan dengan produk serupa seperti iPad Pro atau Surface 3 dari Microsoft.

Dari sekian banyak yang dirilis Google mana yang akan Anda beli? Kalau dilihat secara harga, saya lebih condong membeli Nexus 5X dan Chromecast Audio. Namun Pixel C dan Nexus 6P juga sangat menarik. Namun karena harganya yang jauh lebih mahal, bisa membeli Nexus 5X saja di tahun depan sudah sangat menyenangkan.

Tonton Video:



Related Posts:

BlackBerry Powered By Android: Too Little Too Late?

BlackBerry Priv aka BlackBerry Venice
berbasis Android
Finally. Setelah rumor panjang tentang kehadiran BlackBerry berbasis Android, John Chen, CEO BlackBerry secara resmi memperkenalkan sekaligus mengakui adanya BlackBerry Priv aka BlackBerry Venice yang berbasis Android. Dalam sebuah video yang disiarkan oleh situs BNN, Chen memperkenalkan sebuah smartphone BlackBerry Slider dengan versi Android Lollipop. Chen mengatakan bahwa smartphone BlackBerry berbasis Android tersebut akan diluncurkan pada tahun ini juga (2015). Jadi mungkin sekitar bulan Oktober karena sudah ada di genggamannya.

Tentu saja hal ini sesuatu yang menarik. Dengan merilis BlackBerry berbasis Android, BlackBerry ingin pengguna mereka yang mengeluhkan sedikitnya aplikasi dapat terjembatani dengan lompat ke Android (Google Play) yang memiliki lebih dari satu juta aplikasi. Namun di sisi lain, sebagaimana dikatakan Chen, dipilihnya Android bukan berarti mengorbakan sisi keamanan yang selama ini menjadi kekuatan BlackBerry.

BlackBerry memadukan sisi keamanan mereka dengan aplikasi yang berlimpah di Android dalam sebuah smartphone berbasis Android yang mungkin saja bisa menarik kembali penggemar mereka yang sudah lama pergi karena kesal BlackBerry tak kunjung menarik. Selain itu, bagi mereka yang sangat menyukai keyboard fisik, BlackBerry Priv yang slider menyediakan keyboard fisik yang selama ini sangat mereka gemari di BlackBerry 10. Ini tentu sebuah win-win solution.

Perlu diketahui, secara global penguasaan pasar BlackBerry di kuartal pertama tahun 2015 ini hanya 0,4%. Angka ini sudah sedemikian jauh dari angka ketika mereka tengah jaya di sekitar kuartal pertama tahun 2009 dengan penguasaan pasar 20,1%. Hal ini tentu sebuah mission impossible bagi BlackBerry Priv dan generasi berikutnya dari BlackBerry berbasis Android untuk kembali mengangkat nama BlackBerri di pasar smartphone dunia.

Saya menanggapi dirilisnya BlackBerry berbasis Android ini sebagai sesuatu yang sangat biasa dan mungkin agak sudah terlambat bagi BlackBerry. Ada beberapa hal yang membuat BlackBerry Powered by Android ini dalam banyak hal mungkin tidak akan begitu menolong BlackBerry dari keterpurukan.

Pertama adalah momen atau waktu. Bila kita lihat saat ini pemain di pasar Android sudah sedemikian sesak. Dengan datangnya BlackBerry butuh waktu yang cukup lama untuk mengdukasi pasar dengan BlackBerry berbasis Android. Pilihan di pasar Android sudah sangat banyak dan ini membuat tidak mudah bagi BlackBerry untuk menarik pengguna baru agar menggunakan perangkat mereka.

Saya kira BlackBerry jauh terlambat untuk menyadari betapa pentingnya Android bagi keselamatan mereka. Bila hal ini disadari sekitar 2 tahun yang lalu, saya percaya BlackBerry sudah menikmati hasilnya saat ini. Dengan merilis BlackBerry berbasis Android di tahun 2015, BlackBerry akan bersaing secara ketat dengan vendor yang sudah lama eksis seperti Samsung, LG, Sony, HTC dan berbagai macam start up yang menawarkan smartphone dengan cara-cara tidak biasa. 

Hal ini suatu yang tidak mudah. Apalagi kini pasar Android bergerak ke affordable price dengan fitur yang melimpah. Sejauh mana BlackBerry bisa mengantisipasi hal ini karena Samsung pun dan vendor yang bermain di kelas atas lainnya saat ini kelimpungan dengan serangan vendor baru seperti Xiaomi atau One Plus One dan ASUS (Baca: Masa Suram Produsen Snartphone Android Premium).

Kedua adalah cost barrier. Untuk menghasilkan smartphone BlackBerry berbasis Android ini tidaklah murah. Untuk perusahaan seeksis BlackBerry saya percaya cost mereka sudah tinggi dan akan sulit untuk turun. Hal ini akan menciptakan halangan harga bagi BlackBerry itu sendiri. Perangkat yang mereka hasilkan akan sulit bersaing secara harga di pasar dengan berbagai vendor yang masih seumuran jagung dan memiliki cara-cara tidak biasa dalam memasarkan perangkat.

Dengan cost yang lebih tinggi, harga jual BlackBerry Priv ini mungkin akan menengah ke atas. Saya memperkirakan harganya tidak akan kurang dari 450-500 dollar USD. Harga ini mungkin bagi BlackBerry sebuah harga yang sepadan dengan fitur keamanan dan privasi ala BlackBerry yang mereka tawarkan. Namun bagi pengguna harga ini tergolong mahal untuk pendatang baru di pasar Android. Apalagi cukup banyak smartphone Android yang harganya sama atau bahkan lebih murah dengan kemampuan yang sudah teruji seperti Motorola, Xiaomi dan banyak vendor lainnya.

Hal ini membuat BlackBerry Priv akan kurang menarik bagi pengguna dari sisi harga. Meskipun dari sisi keamanan dan privasi bisa menjanjikan lebih.

Ketiga tentu saja sejauh mana kemampuan BlackBerry Priv ini dibandingkan dengan perangkat Android lainnya. Untuk hal ini review yang positif sangat diperlukan BlackBerry untuk menumbuhkan awareness pengguna sehingga kemudian mereka mau untuk membeli. Terkait kemampuan tersebut, perangkat yang easy to use, hasil kamera, dan pengalaman penggunaan secara keseluruhan yang baik adalah hal yang perlu dipikirkan BlackBerry sedari awal ketika membuat BlackBerry Priv ini. Jika hal ini tidak bernilai baik, terutama para kritisi yang selama ini cukup nyinyir dengan BlackBerry, BlackBerry Priv ini tak akan mampu mengubah nasib BlackBerry.

Keempat adalah apakah BlackBerry seterusnya akan menghasilkan BlackBerry berbasis Android? Hal ini penting karena bagi banyak pengguna, kontinuitas produk adalah hal yang perlu karena mereka ingin melakukan upgrade setiap tahun. Lalu, bagaimana dengan BlackBerry berbasis BB10?

Saya kira, BlackBerry seharusnya dua tahun yang lalu lompat ke Android. Namun kata orang, lebih baik terlambat daripada tidak pernah. Akan tetapi ini terlalu terlambat, terlalu sedikit yang akan dicapai mengingat ketatnya persaingan di pasar Android.

Related Posts:

Opera Max Aplikasi Data Management yang Sia-sia

Sebenarnya, saya jarang sekali mengusik-usik penggunaan data dalam paket data yang saya pakai setiap bulannya. Kadang dalam sebulan habis hingga 10 GB data. Namun, berhubung beberapa waktu terakhir penggunaan data saya melonjak dan terasa cepat sekali habis, saya mencari sebuah aplikasi yang bisa menghemat pemakaian data tersebut. 

Di Google Play Store saya menemukan Opera Max. Sebelumnya saya menanyakan di Twitter siapa saja yang sudah menggunakan aplikasi ini dan bagaimana tanggapannya. Jawaban yang diberikan senada dengan pengalaman saya berikut ini. Demikianlah saya mendownload Opera Max dan melakukan beberapa langkah berikut ini.


Selesai download

Pasang aplikasi

Opera Max menjanjika data kompresi

Agree and Continue

Trust Opera Max
Besaran file Opera Max ini terhitung kecil, yaitu sekitar 5MB saja. Saya tentu tidak meremehkan aplikasi dengan file kecil dan berharap Opera Max ini kecil-kecil cabe rawit bisa menghemat puluhan MB data paket internet saya sehingga bisa berhemat.

Setiap hari, saya selalu memantau seberapa besar paket data yang bisa dihemat oleh Opera Max ini. Namun saya mulai khawatir bahwa mungkin saja aplikasi ini tidak seperti yang dijanjikan oleh developernya. Untuk diketahui, saya menggunakan koneksi WiFi dan 3G HSDPA.

Pantauan saya terhadap Opera Max dapat dilihat berikut ini.

Dari 20,7 MB data yang bisa dihemat
hanya 0,1MB

Dari 58,6MB data yang bisa
dihemat hanya 1,5MB

Dari 287MB data yang bisa
dihemat hanya 9,1MB
Sungguh kecewa. Saya berharap Opera Max bisa menolong saya melakukan kompresi sehingga paket data saya bisa sedikit lebih hemat pemakaiannya. Namun sayangnya, Opera Max bisa dikatakan gagal melakukan tugasnya. Saya tidak tahu apakah setting aplikasi atau faktor lain yang menyebabkan hal ini. Namun, sejauh menggunakan aplikasi dan mengikuti langkah penggunaannya, saya rasa tidak ada yang salah.

Penghematan data yang bisa dilakukan oleh Opera Max tergolong sangat kecil. Bila dari 287MB data yang dihemat hanya 9,1MB itu artinya hanya 3,1% data yang bisa dihemat. Hal ini saya bandingkan dengan Data Saver yang ada di Google Chrome yang juga hampir setiap saat saya gunakan. Datanya sebagai berikut.

Data saver di Google Chrome bisa menghemat sekitar 20% dari penggunaan data saya. Meskipun Google Chrome lebih dulu saya pakai dan saya aktifkan (tiga hari lebih awal dari Opera Max) dan kita anggap bahwa selama tiga hari itu pemakaian dikurangkan sebesar 5%, maka Chrome tetap lebih tinggi kompresi datanya, yaitu 15%.

Berdasarkan data ini, saya akhirnya memilih untuk meng-uninstall aplikasi Opera Max ini. Bisa dikatakan untuk data saver, Opera Max ini terlalu kecil kontribusinya. Namun demikian, aplikasi Opera Max ini juga ada bagusnya. Jika Anda beberapa waktu tidak menggunakan data, aplikasi ini secara otomatis mematikan koneksi data. 

Saya beberapa kali menemukan, ketika satu jam membiarkan smartphone tergelatak di atas meja, sementara koneksi data tidak saya matikan, ketika akan menggunakan kembali, koneksi data muncul tanpa harus diaktifkan terlebih dahulu (karena memang sudah aktif, tetapi nonaktif berkat Opera Max).

Oh, iya, ini tentu saja pengalaman pribadi. Bila Anda lihat di review di Google Play aplikasi ini memperoleh rating yang cukup bagus, yaitu 4,3. Mungkin saja pada saat saya menggunakan aplikasi ini tidak berfungsi sepenuhnya. Mungkin saja versi Android yang ada di smartphone saya memiliki andil karena masih di KitKat 4.4.2. Tentu Anda dapat mencoba dan menuliskan pengalaman Anda sendiri ketika menggunakan Aplikasi Opera Max ini yang mungkin saja jauh berbeda dengan yang saya alami.

Related Posts:

Hands On ASUS Zenfone 4S (Zenfone C, ZC451CG 2GB/8GB)

Asus Zenfone 4s (Zenfone C)
Sejauh menggunakan smartphone Android, saya tak pernah menggunakan smartphone yang menggunakan prosesor Intel. Bukan tidak suka sebenarnya, namun pilihan selalu lebih kepada Qualcomm Snapdragon dan MediaTek. Oleh karena itulah saya ngebet banget ingin mencoba sebuah smartphone berbasi Intel, minimal yang entry level dulu untuk melihat sejauh mana kinerja prosesor Intel di sebuah smartphone Android.

Kesempatan tersebut akhirnya datang juga. Sekitar 4 hari yang lalu saya mendapatkan sebuah smartphone berprosesor Intel dari ASUS Indonesia, yaitu ZenFone C atau biasa disebut ZenFone 4S. Harus diakui bahwa ZenFone C ini bukan produk baru dari ASUS, namun ini sangat penting bagi saya untuk melihat kinerja prosesor Intel dan pengalaman secara keseluruhan menggunakan ASUS ZenFone C ini.

Untuk informasi, ASUS berdasarkan riset Counter Point di Q2 yang lalu menampati posisi lima di pasar smartphone Indonesia menggantikan OPPO. Hal ini tidak lain karena kerberhasilan mereka dalam memasarkan smartphone dengan fitur yang kaya dan harga yang terjangkau. 

Hal ini terlihat jelas di ZenFone C ini. Dengan spesifikasi ROM 8GB dan RAM 2GB, ASUS hanya mematok harga Rp1.399.000. Harga ini sangatlah terjangkau bagi sebagian besar pengguna smartphone di Indonesia. 

Packaging

Bila dilihat dan dirasakan, packaging ASUS Zenfone C ini cukup menarik karena tidak menggunakn lem untuk merekatkan boks. Kalau biasanya ada bagian dari boks yang harus dibuka atau ditarik yang disatukan dengan perekat/lem, packaging ASUS ZenFone C ini tergolong sangat mudah untuk dilepaskan. Cukup dengan menarik bagian dalam boks yang sudah terlihat keluar. Namun meskipun tergolong sangat mudah untuk melakukan unboxing, smartphone yang ada di dalamnya tetap terlindungi dengan baik. Selain itu boksnya terlihat cantik dengan warna putih yang mendominasi disertai beberapa dot/lubang di sisi boks.

Boks ASUS Zenfone C
Pengalaman Pemakaian

Setelah melakukan unboxing, saya untuk sekitar 30 hingga 60 menit mencoba menggunakan ASUS Zenfone C ini. Namun terlebih dahulu saya melihat rancang bangun atau desain yang digunakan ASUS di Zenfone C ini.

Secara desain, ASUS ZenFone ini berbebentuk bar yang ramping. Dengan layar yang hanya 4,5 inchi, ASUS ZenFone C ini terlihat minimalis dan enak dipegang, meski agak terasa berat karena beratnya yang mencapai 149 gram. Oleh karena saya biasa memegang smartphone dengan layar maksimal 5 inchi, layar ASUS Zenfone C yang 4,5 inchi ini tidak terasa kecil. Hal yang sangat penting bagi saya adalah ketika memegang Zenfone C ini terasa sangat pas dan enak di tangan. Hal ini mungkin karena ukuran telapak tangan saya yang kecil sehingga smartphone 4,5 inchi ini terasa cocok.

Design wise, saya melihat bahwa ASUS tidak terlalu memperhatikan penempatan tombol, di mana tombol volume dan ON/OFF berada satu garis di sisi kanan atas smartphone, sementara sisi sebelah kiri smartphone kosong. Port jack headphone terletak di bagian atas smartphone, sedangkan port charger ada di bagian bawah.

Setelah melihat bagian-bagian dari ASUS Zenfone C ini barulah kemudian smartphone saya nyalakan. Saya rasa butuh waktu yang lebih lama di ASUS Zenfone C dibandingkan dengan smartphone lain untuk sampai pada layar pertama. Hal ini bukan sesuatu yang aneh sebenarnya karena ASUS memiliki filosofi yang berbeda dengan vendor lain di mana ASUS sangat banyak menyertakan pre-installed apps di Zenfone C ini.

Setelah  sign in dengan Google ID terlihat ZenUI yang cukup menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Untuk diketahui Zenfone C ini berbasis Android KitKat 4.4.2 yang diberikan ZenUI oleh ASUS. ZenUI dan banyaknya pre-installed apps yang diikutserkan, mungkin alasan mengapa starting time Zenfone C terasa lebih lama dibandingkan dengan smartphone yang pernah saya pakai sebelumnya. 

Pre-installed apps ini sebenarnya ada baiknya, yaitu pengguna tidak perlu lagi repot mendownload aplikasi. Namun tentu ada nilai kurangnya juga di mana apabila terlalu banyak dan aplikasi tersebut tidak bisa di-uninstall akan memberatkan memori smartphone.

Untuk ASUS Zenfone C ada beberapa aplikasi pre-installed yang dapat di-uninstall seperti AnTuTu Benchmark dan beberapa aplikasi lain pengukur kinerja smartphone. Namun ada juga yang hanya bisa di-disable

Untuk ZenUI sendiri saya rasa tidak ada masalah bagi pengguna. Bernavigasi dengan ZenUI juga lancar dan ada quick setting yang sangat membantu dan memudahkan pengguna ke berbagai fitur di Zenfone C. 

Layar Zenfone C yang 4,5 inchi ini berkualitas TFT Super Bright LED Backlit FWVGA 854x480 dengan 218 piksel per inchi. Layar yang FWVGA ini tentu saja memiliki kualitas lebih rendah dari HD 720p misalnya, namun berkat Super Bright LED perbedaannya tidak terlalu kentara. Apalagi layarnya sudah dilapisi Corning Gorilla Glass.

Kesan menggunakan Zenfone C sejauh ini cukup bagus. Dengan koneksi wifi tanpa aplikasi lokasi, baterai dapat bertahan lebih 14 jam dengan pemakaian moderat untuk email, media sosial, ambil dan upload foto dan menjelajahi fitur-fitur smartphone. Kinerja baterai cukup terbantu dengan adanya Smart Saver yang disediakan ASUS di mana fitur ini bisa memperpanjang kinerja baterai.

Secara kinerja dengan skor AnTuTu lebih dari 17 ribu, Zenfone C sanggup untuk bekerja secara baik pada berbagai tugas multitasking. Saya tidak menemukan lag ketika bermain game Race The Stig atau Lego Yoda. RAMnya yang 2GB sangat memungkinkan bisa bermultitasking lebih lancar. Smartphone memang agak terasa panas setelah beberapa lama bermain game. Ini hal yang biasa karena semua smartphone juga mengalami hal yang sama. Ketika dilihat suhu baterai saat bermain game, suhunya masih standar di sekitar 39C.

Berikut ini beberapa foto ASUS Zenfone C.







Demikian pengalaman pertama menggunakan ASUS ZenFone C. Semoga bisa membantu memutuskan pembelian Anda. Pendapat saya sendiri, ASUS Zenfone C ini sangat layak untuk dibeli. Harga dan kualitas yang diberikan ASUS sangat sebanding.

Related Posts:

Andromax M2S Jagoan Baru Smartfren untuk Koneksi 4G LTE

Peluncuran Andromax M2S di
LG Innotek Indonesia
Cikarang
Tahun 2015 ini, khususnya mulai semester kedua adalah tahun yang sibuk bagi operator telekomunikasi Smartfren. Smartfren mulai bulan Agustus yang lalu merilis layanan 4G LTE Advanced pertama di Indonesia di 22 kota di Indonesia. Mereka juga merilis 5 smartphone 4G LTE sekaligus untuk menunjukkan keseriusan mereka untuk bertarung di 4G LTE. Boleh dikatakan dengan kesibukan tersebut, Smartfren adalah operator paling sibuk an juga paling siap untuk bertarung 4G LTE sejauh ini.

Keseriusan Smartfren di koneksi 4G LTE bertambah  dengan dirilisnya sebuah perangkat yang diberi nama Andromasx M2S. Andromax M2S adalah Mifi 4G LTE terbaru yang dapat memberikan koneksi dengan kecepatan 4G LTE yang super cepat dan stabil  di jaringan luas 4G LTE Smartfren.

Andromax M2S adalah jawaban dari Smartfren terhadap kebutuhan pengguna yang ingin merasakan kecepatan 4G, tetapi belum mau mengganti perangkat 3G mereka dengan berbagai alasan. Dengan Andromax M2S Smartfren ingin menjaring pengguna dari berbagai operator untuk merasakan kecepatan koneksi 4G LTE milik mereka. Dengan demikian, apapun operator pengguna, mereka bisa memanfaatkan Andromax M2S untuk koneksi internet.

Seperti yang diungkapkan oleh T. Kugan K. Thirunavakarasu, CMO Smartfren, kebutuhan penggunaan akses mobile broadband masyakat Indonesia kini semakin tinggi, dengan tren telecommuter di kota-kota besar. Kehadiran Mifi Andromax M2S semakin memberi kemudahan untuk akses koneksi 4G LTE yang kencang dan stabil.

Untuk itulah kemarin bertempat di LG Innotek Indonesia meluncurkan secara resmi Mifi Andromax M2S. Peluncuran kali ini memang tidak diadakan di hotel, atau cafe tetapi langsung di pabrik pembuatnya sehingga media dapat secara langsung melihat proses pembuatan Mifi Andromax M2S. LG Innotek Indonesia menargetkan setidaknya 10.000 unit Mifi Andromax M2S ini sehari. 

Bila dilihat secara proses produksi, dapat dikatakan proses pembuatan Mifi M2S ini sangat ketat dan sesuai kendali mutu yang ditetapkan oleh Smartfren. Seperti layaknya perangkat digital lainnya, proses pembuatannya selain dengan robot, juga manual untuk memastikan mutu. Selain itu, terdapat berbagai uji, antara lain stress test, drop test dan lainnya sehingga perangkat Andromax M2S memiliki standar mutu yang baik.






Setelah melihat secara langsung proses pembuatan Andromax M2S barulah acara peluncuran dilakukan dengan dihadiri oleh petinggi LC Innotek Indonesia, Smartfren dan wakil duta besar Korea Selatan. Dalam acara peluncuran tersebut, secara langsung diuji bagaimana kecepatan Andromax M2S dalam memutar video YouTube yang tanpa buffering. 

Secara spesifikasi Andromax M2S ini memang berbeda dengan perangkat serupa. Andromax M2S didukung oleh Chipset Qualcomm MDM 9320 yang menjadikan Andromax M2S memiliki performa stabil dan hemat energi. Baterai yang diberikan adalah 2000 mAh yang diklaim oleh Smartfren bisa bertahan lebih dari 8 jam streaming terus-menerus. Andromax M2S ini dapat dipakai oleh sebanyak 15 pengguna sekaligus.

Tidak hanya itu, bagi 500 ribu pengguna pertama Smartfren mendiskon harga Andromax M2S ini dari RP599.000 menjadi hanya Rp499.000 dengan free kuota internet 4,5GB yang berlaku selama satu minggu. dan jika pengguna melakukan top up Rp100.000 sebulan akan mendapatkan bonus data sebesar 19GB.




Saya rasa Smartfren sangat serius menggarap koneksi 4G LTE ini. Selain menghadirkan smartphone Andromax 4G LTE, mereka juga menghadirkan jagoan Andromax M2S yang memungkinkan banyak pengguna lintas operator untuk merasakan pengalaman internet cepat di koneksi 4G LTE.

Dengan Androma M2S ini sebenarnya membuka kesempatan pelanggan untuk tidak perlu dulu mengupgrade perangkat mereka ke koneksi 4G di berbagai operator. Andromax M2S memungkinkan pengguna merasakan internet cepat 4G LTE di 22 kota di Indonesia tanpa harus memiliki perangkat 4G LTE. Ini merupakan daya tarik Andromax M2S yang sangat besar selain harganyanya yang bersahabat.

Mau mencoba internet cepat 4G LTE dengan Andromax M2S?

Related Posts:

Welcome Back The Corrs, Welcome Back!

Setelah lama tidak menghiasi pemberitaan, The Corrs dua hari yang lalu melakukan come back sempurna di Hyde Park London di acara BBC Radio 2. Ini hari yang bersejarah untuk grup asal Irlandia itu yang sekitar 10 tahun tidak berkumpul. 

The Corrs merupakan grup musik asal Irlandia sukses sejauh ini hingga memperoleh gelar MBE dari kerajaan Inggris. Grup musik keluarga ini terdiri dari Caroline (drum), Sharon (violin), Jim (gitar) dan Andrea (lead vocal). 

Andrea Corrs (BBC 2)
Musiknya tentu saja condong ke easy listening. Namun bukan itu pokok masalahnya. Saya sangat mengagumi mereka karena empat saudara memiliki minat yang sama di musik. Orang tua yang melahirkan mereka bisa sangat bangga memiliki anak-anak yang bisa menghibur jutaan orang di dunia. Sejatinya bila dilihat The Corrs adalah bisnis keluarga yang sangat berhasil di bidang musik.

Jika tidak salah, mereka terakhir kali tampil sekitar bulan November/Desember 2004 (koreksi jika salah). Setelah itu mereka tenggelam. Menurut Andrea, mereka tidak aktif karena berbagai soal seperti kelahiran anak-anak mereka dan urusan keluarga.

Caroline (BBC 2)


Jim (BBC 2)
Sibuk dengan berbagai urusan keluarga dan membesarkan anak-anak mungkin halangan paling besar bagi mereka untuk bisa tampil dan merilis album baru. Padahal penggemar mereka sedemikian banyak menunggu. Untunglah BBC Radio 2 punya cara sehingga The Corrs bisa menyapa penggemar mereka di Hyde Park.

Dari yang saya lihat, Jim makin ganteng, Sharon dan Caroline tetap cantik dan Andrea, what can i say? Speechless. Meski sudah 41 tahun makin cantik. Andrea seperti biasa adalah magnet The Corrs. Hal ini bukan berarti Caroline dan Sharon tidak cantik. 

Saya sangat menikmati lagu-lagu mereka. Run Away, Breathless, Radio dan masih banyak lagi. Sempat membeli kaset MTV Unplagged mereka sekitar tahun 2001. Kini berkat YouTube saya kembali menonton hampir semua konser The Corrs. Musik mereka adalah musik yang sangat baik untuk didengar.

Bagi saya sendiri The Corrs merupakan grup band yang ajaib. Bermula dari duo Jim dan Caroline, grup band ini mendunia berkat musik etnik Irlandia yang dipadu sangat manis dengan sentuhan pop dan permainan biola Caroline, seruling Andrea, drum Sharon dan gitar Jim. Band ini ini selain kuat di musik etnik dan tentu saja pop, juga memiliki kekuatan lain dari lirik-liriknya yang manis. Cobalah baca lirik Run Away, Radio, Breathless, dan banyak lainnya.

Dan kekuatan The Corrs tentu saja bertumpu pada Andrea. Sekali lagi bukan Caroline atau Sharon tidak cantik, namun Andrea membuktikan selain punya wajah sangat rupawan, juga punya vokal yang bagus. Andrea what can I say ....  :) (eh, bukan What Can I Do to Make You Love Me)


Andrea Corrs (Daily Mail)

Andrea Corrs (Daily Mail)

Andrea Corrs (Daily Mail)
Rencananya, dari bisik-bisik di YouTube, kemungkinan akan ada album baru The Corrs. Semoga! 

Untuk penghibur tonton dulu Breathless yang ditampilkan di Hyde Park kemarin.




Update: Full  Video The Corrs Hyde Park 2015

Related Posts:

Dialog Tim Cook dengan Steve Jobs Terkait Apple Pencil aka Stylus

Steve Jobs sudah lama tak ada di dunia. Namun itu bukan berarti ia tidak hadir di Apple setiap waktu. Syahdan menurut sumber yang tidak jelas sumbernya, Steve Jobs selalu mengawasi apa yang Tim Cook kerjakan sepeninggalnya sehingga mereka seringkali melakukan dialog imajiner terkait produk yang akan dirilis, termasuk sebuah pensil yang sebenarnya sudah dibuang jauh-jauh oleh Steve Jobs di tahun 2007 dengan mengatakan, " Yeah, Who wants a stylus?"




Tim Cook: We will launch iPad Pro with Apple Pencil.

Steve Jobs: Apple Pencil? Do you mean a Stylus?

Tim Cook: No, I mean Apple Pencil. If you Think Different, it is Apple Pencil not a stylus!

Steve Jobs: Yeah,  it is still a stylus. 

Tim Cook: It is Apple Pencil not a stylus!

Steve Jobs: In The Heaven it calls a stylus!


Dialog imajiner ini sebenarnya sangat panjang. Namun biar saya persingkat saja dengan mengatakan bahwa Apple di bawah Tim Cook selalu punya cara untuk memberi nama sebuah perangkat untuk tidak melawan apa yang dikatakan atau dilakukan oleh Steve Jobs. 

Stylus? Apple Pencil? Apa perbedaannya di mata mereka yang awam dan bukan technology freak? 

So, What a name?

Stylus?
S Pen?
G Pen?
Apple Pencil?

It is a STYLUS!

Related Posts:

Masa Suram Produsen Smartphone Android Premium

Galaxy S6 Edge alah satu premium
android smartphone yang kurang sukses
Beberapa waktu terakhir, pasar smartphone Android dibanjiri oleh mereka yang mengaku sebagai flagship killer atau pembunuh smartphone Android kelas tertinggi atau premium. Mereka pada umumnya adalah start up yang mencoba peruntungan di pasar Android dengan memberikan garis pembeda yang tegas, yaitu spesifikasi yang tidak kalah dari seri flagship Samsung, LG, HTC atau Sony dengan harga yang tidak sampai setengahnya dari seri flagship tersebut.

Coba Anda periksa harga One Plus One seri pertama dan kedua. Harganya sangat jauh, lebih murah dibandingkan dengan Galaxy S6 atau LG G4 atau Sony Xperia Z3. Demikian juga langkah yang ditempuh Xiaomi misalnya meskipun mereka tidak mengaku sebagai flagship killer, namun jelas-jelas mereka membunuh Samsung di pasar China dengan gelontoran smartphone yang sangat murah dan spesifikasi yang masih sangat bisa diterima atau di atas harga yang dipatok.

Sementara vendor yang mengusung seri flagship seperti Samsung, LG, Sony dan HTC terus-menerus tertekan. Samsung, meskipun menerima kritikan terhadap Galaxy S5 yang berbahan murah (plastik) dan menggantinya dengan metal dan kaca, ternyata melempem. Penjualan Galaxy S6 dan S6 Edge tidak seperti yang diharapkan semula. Banyak yang mengkritik harganya yang kelewat mahal. 

Samsung mengakali lemahnya pejualan Galaxy S6 dan S6 Edge ini dengan merilis Galaxy Note 5 dan Edge Plus yang lagi-lagi harganya memang kurang bersahabat di tengah pasar yang terus berubah. Saya khawatir bahwa seri yang baru saja dirilis ini akan sama nasibnya dengan Galaxy S6 dan S6 Edge. Mereka akan tetap terjual, tetapi dengan volume yang jauh lebih rendah dari perkiraan semula.

Demikian juga HTC. Vendor asal Taiwan ini tengah berdarah-darah dan entah sampai kapan bisa berakhir. Kesalahan HTC adalah selama tiga tahun berturut-turut mereka hanya mengeluarkan satu model dengan tiga nama berbeda, yaitu HTC M7, M8 dan M9. Selain itu HTC hanya bermain di pasar premium sehingga mereka lebih terpengaruh dibandingkan Samsung di saat masuknya serbuan smartphone dengan affordable price.

LG meskipun bisa dikatakan sukses dengan LG G3, namun sukses tersebut tidak akan terulang di LG G4. Lagi-lagi harga yang memang premium dan model yang tidak begitu berbeda, sementara pengguna terus memiliki lebih banyak pilihan dari berbagai vendor dengan harga yang masuk akal.

Sony juga mengalami hal yang sama. Seri Xperia Z mereka yang kini memasuki Z5 dan beberapa bulan yang lalu Z3 tidak begitu terdengar (kecuali mungkin di Jepang). Seperti HTC, Sony bermain di kelas premium yang membuat mereka terus-menerus menelan kerugian.

Saat ini bisa dikatakan masa-masa suram smartphone Android premium. Meskipun tetap ada yang membeli, tetapi volumenya terus turun dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Kita bisa melihat penjualan Galaxy S3, S4 dan S5 yang sangat menggembirakan. Demikian juga ketika HTC merilis seri M7 atau M8. Namun hal tersebut tidak terjadi pada Galaxy S6 dan S6 Edge atau HTC M9.

Kalaulah disebut sebuah misi, maka misi start up dengan flagship killer ini bisa dikatakan sukses. Mereka sukses mengedukasi pasar Android untuk tidak fokus dengan seri flagship dan melihat start up yang terkadang sulit sekali memperoleh smartphone-nya namun memberikan nilai lebih dari sisi harga dan spesifikasi yang tidak berbeda.

One Plus One bisa dikatakan berhasil memberikan pemahaman kepada pengguna bahwa seri flagship beberapa vendor teratas Android adalah over priced. Xiaomi dengan berbagai smartphone murahnya sukses menaklukkan pasar di mana sebelumnya vendor teratas Android berkuasa seperti Samsung di China dan terus menancapkan kukunya di India.

Hal ini membuat bisnis vendor smartphone Android premium/flagship bisa dikatakan mati. Smartphone Android premium kini tidak lagi menarik. Plus dengan lahirnya iPhone 6 dan 6+ yang berlayar lebar, membuat tekanan kepada vendor Android premium makin besar. Mereka tidak hanya harus bersaing dengan vendor Android lain dengan affordable price, tetapi juga harus bersaing dengan Apple yang notabene lebih jelas ke-premium-annya.

Charles Arthur dalam blognya beberapa hari yang lalu khusus membahas hal ini. Ia berkesimpulan bahwa smartphone Android premium ini sudah mati dan tidak akan mungkin berkembang lagi. Ia mengatakan bahwa :
High-end Android OEMs had a terrible second quarter. The smartphone business generally grew less quickly than for a couple of years as China stagnated overall. But not for Apple; by contrast, it grew strongly. Samsung’s Galaxy S6 did not impress the punters. LG’s G4 sold less well than apparently the company hoped. Sony had a torrid time. HTC then redefined torrid. Premium Android has a real, immediate problem.
Tentu masih banyak pemain Android lain, seperti Lenovo-Motorola, Huawei, ZTE an bahkan pemain lokal Indonesia seperti Evercross, Advan dan Smartfren. Tiga vendor lokal tersebut menguasai pasar smartphone Indonesia pada kuartal kedua tahun 2015. Meskipun Samsung ada di atas, saya kira penjualan Galaxy S6 dan S6 Edge pasti jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penjualan seri smartphone mereka yang lebih masuk akal harganya.

Ini menandakan bahwa tidak hanya di Indonesia, smartphone dengan harga yang masuk akal dan spesifikasi yang bisa dikatakan di atas dari harganya menjadi pilihan banyak pengguna. Akibatnya vendor yang tidak mengikuti arus ini akan dilanda kerugian. Kerugian yang diderita mereka dapat dilihat sebagai berikut.

Sumber: Charles Arthur Blog
Dari tabel terlihat jelas hanya Samsung dan LG yang menuai keuntungan di kuartal kedua tahun 2015. LG pun tidak memiliki keuntungan yang besar per smartphone yang mereka jual, hanya 16 sen dollar, sementara Samsung masih cukup tinggi, yaitu 33,33 dollar. 

Sementara OEM lain seperti HTC mengalami kerugian 36,89 dollar per smartphone, Sony 26,10 dollar dan Lenovo 18,02 dollar. Hal ini bukan berarti vendor yang mengusung smartphone dengan harga yang lebih murah seperti ZTE, Huawei, Acer dan lainnya mengalami keuntungan. Namun karena mereka tidak menjual smartphone premium (setidaknya tidak hanya fokus pada premium smartphone), kerugian mereka lebih bisa ditekan.

Saya bisa saja setuju apa yang dikemukankan oleh Charles Arthur dalam blognya tersebut bahwa premium Android smartphone is dead. Namun saya kira kita tidak bisa terlalu cepat mengambil kesimpulan tersebut. Bagaimanapun android premium diperlukan untuk mereka yang memang menginginkan smartphone android yang didesain sangat baik dan model yang jauh berbeda dibandingkan smartphone kebanyakan. Namun OEM perlu merubah strategi mereka untuk tidak head to head secara harga dengan iPhone.

Saya tetap katakan bahwa salah satu pendorong besar pengguna memilih Android adalah harga yang lebih masuk akal dibandingkan dengan iPhone. Jika faktor harga menjadi sama dan dan bahkan ada yang jauh lebih mahal dari iPhone, OEM android hanya akan menuai ketidaksuksesan. Hal ini dapat dilihat pada strategi Google sendiri yang merilis Nexus 5 dengan harga murah, sementara Nexus 6 dengan harga mahal. Bisa dikatakan Nexus 6 jauh tertinggal dibandingkan dengan Nexus 5 dalam hal jumlah penjualan.

Saya tetap menginginkan smartphone android premium ada di pasar, namun OEM harus menyadari mereka tidak hanya bertarung dengan iPhone di kelas premium, tetapi juga sesama produsen Android premium lainnya dan serangan smartphone dengan julukan flagship killer. Hal ini akan membawa OEM untuk kembali memikirkan harga smartphone mereka. Hal ini sangat penting jika ingin tetap bisa bermain di kelas premium.

Ke depannya pasar smartphone Android akan semakin ramai dengan harga yang semakin terjangkau. Ini tantangan berat bagi Samsung, Sony, HTC, dan LG. Belum lagi vendor lama yang kembali bangkit setelah dikuasai China, yaitu Alcatel. Plus start up seperti Nextbit atau Obi. Strategi mereka sangat jelas, menghadirkan smartphone dengan harga terjangkau, tetapi spesifikasi yang cukup baik. Mereka memotong jalur pemasaran untuk meneka biaya sehingga tetap bisa bertahan.

Bisa jadi nanti, bukan hanya smartphone premium dari OEM seperti Samsung yang digerogoti, tetapi smartphone mereka yang harganya murah, tetapi dipandang pengguna masih lebih mahal dibandingkan dengan yang ditawarkan start up atau vendor lain dari China. Ini mungkin bisa menjadi lonceng kematian OEM teratas Android tersebut.

Related Posts:

Acer Luncurkan Seri Predator Baru Untuk Gamer Kelas Berat

Acer Predator 8, Tablet gaming berukuran 8 inchi
(Sumber: CNet)
Pasar dekstop boleh saja lesu. Namun hal tersebut tidak menghentikan Acer untuk merilis desktop, namun dengan sedikit perbedaan, yaitu menggarap niche market yang sangat potensial, yaitu para gamer kelas berat.

Bertempat di Berlin dalam acara tahunan IFA 2015, Acer merilis seri predator terbaru untuk mereka yang ingin merasakan pengalaman bermain game yang lebih baik. Tidak tanggung-tangung, Acer merilis  desktop, notebook, tablet, monitor dan peripheral lainnya. Ini menunjukkan keseriusan Acer menggarap niche market yang potensial ini. Produk seri Predator terbaru ini merupakan hasil pengembangan bersama tim eSport profesional TeamAcer sehingga lini produk Predator memiliki kinerja terbaik untuk gaming.

Menurut Martin Wibisono, Product Director Acer Indonesia, dengan tim riset Acer yang memiliki pengalaman, passion, dan masukan-masukan penting dari tim eSport TeamAcer, Acer akan membawa pengalaman perangkat gaming terbaik di kelasnya untuk gamer kelas berat yang disebut Acer sebagai Predator Tribe.

Acer juga memiliki rencana untuk mengembangkan perangkat Predator lainnya di masa depan seperti proyektor untuk LAN party dan smartphone yang dioptimalisasikan untuk gaming dengan teknologi virtual surround sound dan haptic feedback.

Pembaharuan lini produk Acer Predator merupakan passion dan komitmen Acer dalam membuat perangkat gaming dengan performa dan kecepatan yang menakjubkan. Acer sebelumnya telah terlibat dalam dunia eSport sejak tahun 2009 dan mendukung TeamAcer, tim eSport yang beranggotakan 30 gamer profesional. Menurut Open Gaming Alliance, pasar perangkat gaming akan terus tumbuh dari USD 26 miliar pada tahun 2014 menjadi USD 35 miliar pada tahun 2018.

Seri Predator yang dirilis oleh Acer di IFA Berlin antara lain sebagai berikut:

1. Notebook Acer Predator 17 dan Predator 15 yang sudah mendukung Predator FrostCore yang merupakan modul kipas pendingin yang dapat disisipkan pada slot optical drive untuk menurunkan temperatur CPU dan GPU hingga 5% sehingga memberikan pengalaman gaming yang smooth walaupun sistem diberi beban kerja yang berat.

2. Tablet Predator 8 yang sudah mendukung four array speakers dengan fitur spesial DSP untuk meningkatkan kualitas suara dengan virtual surround. Tablet yang dibuat khusus untuk gaming ini juga dilengkapi dengan Predator TacSense yang memberikan haptic feedback saat bermain game atau memutar video.

3. Predator juga memiliki lini desktop Predator G6 dan Predator G3, sebuah mesin gaming dengan desain casing futuristik, diperkuat dengan 6th generation Intel Core™ processor, memori hingga 64GB DDR4, dan NVIDIA GeForce GTX graphics. Predator G6 memiliki teknologi One Punch Overclocking  yang dapat meningkatkan kinerja komputer menjadi lebih maksimal hanya dengan menekan satu tombol. Dekstop Predator juga mendukung teknologi Acer IceTunnel yang dapat mengoptimalkan aliran udara sehingga udara panas dalam desktop keluar secara efisien.


Acer Predator G6
(Sumber: techfieber.de)

4. Acer juga menghadirkan Predator Z35, monitor gaming berukuran 35 inchi 21:9 resolusi UltraWide Full HD (2560x1080) yang memiliki teknologi NVIDIA G-SYNC dengan kelengkungan layar 2000R dan refresh rate hingga 144Hz (dapat di-overclock hingga 200Hz) untuk memberikan pengalaman visual gaming yang realistis.

Acer juga melakukan pembaharuan pada lini notebook Aspire V Nitro yang dirancang bagi pengguna yang menginginkan pengalaman sensorik yang mendalam dan kemampuan komputasi yang tinggi. Pembaharuan Aspire V Nitro meliputi terobosan baru slot antenna design, dimana antenna wireless ditempatkan secarater sembunyi di salah satu pojok layar sehingga memberikan jangkauan wireless hingga 360°. Seri Aspire V Nitro sangat ideal untuk gamer dan pengguna yang menginginkan desain elegan dan futuristik untuk dibawa ke kantor maupun ke arena eSport.

Seluruh produk baru tersebut diluncurkan pada acara konferensi pers Next@Acer di IFA Berlin yang merupakan pameran berskala internasional yang memamerkan perangkat dan solusi terbaru untuk gamer dan konsumen. 

Seri terbaru predator yang dirilis Acer di Berlin ini tentu saja menarik untuk dilihat. Mengingat makin sedikitnya waktu pengguna dalam penggunaan desktop, menyasar niche market potensial seperti gamer adalah keputusan tepat. Banyak gamer kelas berat yang menganggap bermain game di tablet atau desktop biasa suatu yang memadai. Mereka membutuhkan perangkat yang mumpuni yang bisa diajak bekerja sangat keras. Apalagi ajang eSport merupakan ajang yang akan semakin berkembang di masa depan, di mana gamer kelas berat bisa mengadu keterampilan mereka.

Dengan Predator seri terbaru ini, Acer memberikan solusi bagi gamer kelas berat. Mereka tidak perlu ragu lagi karena ada berbagai pilihan yang disediakan Acer untuk mereka. Ada laptop, tablet, desktop, dan monitor. Pengalaman bermain gamepun tentu akan semakin baik dengan adanya perangkat yang disesuaikan dengan kebutuhan gamer kelas berat tersebut.

Related Posts: